Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengenal Refrigerant (freon)

Refrigerant atau biasanya disebut juga dengan Freon adalah kumpulan zat yang mengalir pada mesin pendingin (refrigerasi) atau mesin pengkondisian udara (AC). Zat ini fungsinya yaitu untuk menyerap panas dari benda atau udara yang didinginkan yang kemudian membawanya dan membuangnya ke udara di sekitar, luar benda/ruangan yang akan didinginkan.

A. Pengelompokan Refrigerant (freon)

Refrigerant (freon) yang pertama kali dipakai adalah eter oleh Perkins pada mesin kompresi uap. Kemudian pada tahun 1874 menggunakan sulfur dioksida (SO2), dan pada tahun 1875 mulai menggunakan ethyl chloride (C2H5Cl) dan ammonia. Dan selanjutnya yaitu menggunakan metil khlorida (CHO3Cl) yang mulai dipakai tahun 1878 dan karbon dioksida (CO2) pada tahun 1881.

Nitrogen oksida (N2O2) dan hidrokarbon (CH4, C2H6, C2H4, dan C3H8) yang banyak dipakai pada sekitar tahun 1910 sampai dengan 1930. Dichloromethane (CH2Cl), dichloroethylene (C2H2Cl2) dan monobromomethane (CH3Br) dan juga dipakai sebagai refrigerant (freon) pada mesin sentrifugal.

Pemakaian refrigerant-refrigerant yang sudah disebutkan diatas tergantikan setelah ditemukannya Freon (merek dagang) oleh E.I. du Point de Nemours and Co pada sekitar tahun 1930an dan menjadi sangat populer sampai dengan tahun 1985.

Refrigerant (freon) ini juga disebut sebagai refrigerant halokarbon (halogenated hydrocarbon) karena adanya unsur-unsur halogen yang dipakai (Cl, Br) Atau biasanya juga disebut sebagai refrigerant fluorokarbon (fluorinated hydrocarbon) karena danya unsur fluor (F) pada senyawanya.

Berdasarkan jenis senyawanya, Refrigerant (freon) dikelompokan menjadi:

  1. Kelompok refrigerant (freon) senyawa halokarbon.
  2. Kelompok refrigerant (freon) senyawa organik cyclic.
  3. Kelompok refrigerant (freon) campuran Zeotropik.
  4. Kelompok refrigerant (freon) campuran Azeotropik.
  5. Kelompok refrigerant (freon) senyawa organik biasa.
  6. Kelompok refrigerant (freon) senyawa anorganik.
  7. Kelompok refrigerant (freon) senyawa organik tak jenuh.

1. Kelompok Refrigerant (freon) Senyawa Halokarbon

Pada kelompok refrigerant senyawa halokarbon diturunkan dari hidrokarbon (HC) yaitu metana (CH4), etana (C2H6), atau dari propana (C3H8) dengan mengganti atom-atom hidrogen dengan unsur-unsur halogen seperti khlor (Cl), fluor (F), atau brom (Br). Apabila seluruh atom hidrogen digantikan oleh atom Cl dan F maka refrigerant yang dihasilkan akan terdiri dari atom khlorida, fluorida dan karbon.

Refrigerant ini disebut refrigerant chlorofluorocarbon (C5C). Apabila hanya sebagian saja dari atom hidrogen yang digantikan oleh Cl dan atau F maka refrigerant yang sudah terbentuk dinamakan: hydrochlorofluorocarbon (HCFC). Kemudian pada refrigerant halokarbon yang tidak mengandung atom khlorida dinamakan: hydrofluorocarbon (HFC). Berdasarkan penjelasan di atas refrigerant halokarbon bisa dituliskan sebagai:

CmHnFpClq

Untuk senyawa halokarbon yang jenuh ditulis dengan (n + p + q) = 2m + 2, sedangkan untuk senyawa yang tidak jenuh ditulis dengan (n + p + q) = 2m.

Kemudian Disini:
  • m adalah jumlah dari atom C
  • n menyatakan jumlah dari atom H
  • p menyatakan jumlah atom dari F, dan
  • q menyatakan jumlah atom Cl.
Untuk cara penomoran Refrigerant (freon) Halokarbon yaitu:

R- (m-1) (n+1) (p)

Apabila (m-1) sama dengan nol, maka angka nol akan dihilangkan.

Contoh Refrigerant (freon) Senyawa Halokarbon yaitu:

  • CCl3F (trichlorofluoromethane) dituliskan sebagai R-11 atau CFC-11.
  • CCl2F2 (dichlorodifluoromethane) dituliskan sebagai R-12 atau CFC-12.
  • CHClF2 (Chlorodifluoromethane) dituliskan sebagai R-22 atau HCFC-22.
  • C2Cl3F3 dituliskan sebagai R-113 atau CFC-113.
  • Metana (CH4) dituliskan sebagai R-50,
  • Etana (C2H6) adalah R-170
  • Propane (C3H8) R-290 dan seterusnya.
Pada refrigerant (freon) yang mengandung bromida dituliskan dengan menambahkan huruf B dan angka yang menyatakan jumlah atom khlorid yang digantikannya. Sebagai contoh R-13B1 adalah refrigerant R-13 yang satu atom khlornya digantikan oleh satu atom Br.

Apabila senyawa memiliki isomer yaitu senyawa yang memiliki jumlah unsur sama namun berbeda dalam struktur molekulnya. Maka untuk nomor refrigerant harus ditambahkan huruf a,b, dan seterusnya atau bergantung apakah struktur molekulnya simetri atau tidak.

Pada senyawa tidak jenuh maka ditambahkan angka jumlah ikatan tidak jenuh didepan (m-1), Misalnya seperti: ethylene (C2H4) dituliskan sebagai R-1150 karena memiliki satu ikatan rangkap (CH2 = CH2).

Gambar dibawah ini akan menunjukkan 15 refrigerant Halokarbon gugus metana. sedangkan pada gambar kedua menunjukkan 28 refrigerant dari 55 refrigerant gugus etana yang mungkin (termasuk isomernya). Sedangkan dari propana bisa diturunkan 332 refrigerant Halokarbon.

Mengenal Refrigerant (freon)

Pada Tabel 1.1 dan Tabel 1.2 masing-masing menampilkan halokarbon gugus metana dan gugus etana beserta masing-masing Nominal Boiling Point (NBP).

Tabel 1.1 Refrigerant halokarbon gugus metana dan juga NBP-nya (*C)
Jumlah Atom F
Jumlah Atom H
4 - H
3 - H
2 - H
1 - H
0 - H
0 - F
CH4
R-50
-164,0
CH3CI
R-40
-23,74
CH2Cl2
R-30
40
CHCl3
R-20
61,2
CCl4
R-10
76,7
1 - F

CH3F
R-41
-78,0
CH2ClF
R-31
-9,0
CHCl2F
R-21
8,9
CCl2F2
R-11
23,7
2 - F


CH2F2
R-32
-51,6
CHCIF2
R-22
-40,8
CCl2F2
R-12
-29,8
3 - F



CHF3
R-23
-82,2
CCIF3
R-13
-81,5
4 - F




CF4
R-14
-127,8
Refrigerant yang memiliki banyak atom Cl cenderung lebih beracun. Atom F biasanya ditambahkan agar senyawa menjadi lebih stabil. Kemudian dari tabel-tabel di atas bisa dilihat bahwa senyawa yang memiliki banyak atom Cl akan memiliki NBP yang lebih tinggi. Sedangkan ketika meningkatnya jumlah atom F, cenderung akan menurunkan NBP senyawa yang terbentuk.

2. Kelompok Refrigerant (freon) Senyawa Organik Cyclic

Pada kelompok refrigerant ini diturunkan dari butana. Untuk aturan penulisan nomor refrigerant yaitu sama dengan cara penulisan refrigerant halokarbon diatas namun ditambahkan huruf C sebelum nomor.

Contoh Refrigerant (freon) Senyawa Organik Cyclic yaitu:

R-C316
C4Cl2F6
1,2-dichlorohexafluorocyclobutane
R-C317
C4ClF7
Chloroheptafluorocyclobutane
R-308
C4F8
Octafluorocyclobutane

3. Kelompok Refrigerant (freon) Campuran Zeotropik

Pada kelompok refrigerant Campuran Zeotropik merupakan refrigerant campuran yang bisanya terdiri dari campuran refrigerant CFC, HCFC, HFC, dan HC. Refrigerant yang terbentuk merupakan campuran tak bereaksi yang masih bisa dipisahkan yaitu dengan cara destilasi.
Jumlah atom F
Jumlah Atom H
6-H
5-H
4-H
3-H
2-H
1-H
0-H
0-F
C2H6
R-170
-88,6
2H5Cl
R-160
12,0
CH2Cl-CH2Cl2
R-150
84,0
CH3-CH2
R-150a(?)
57,0
CH2Cl-CHCl2
R-140
113,0
CH3-CCl3
R-140a (?)
75,0
CHCl3-CHCl2
R-130
145,0
CH2Cl-CCl3
R-130a (?)
128,0
CHCl2-CCl3
R-120
162,0
C2Cl6
R-110
185,0
1-F

C2H5F
R-161
CH3-CHClF
R-151
4,0
CH2Cl-CH2F
R-151a(?)
-37,7
CH2Cl-CHClF
R-141
65,0
CH3-CCl2F
R-141a(?)
42,0
CHCl2-CH2F
R-141b
32,1
CHCl2-CHClF
R-131
102,0
CCl3-CH2F
R-131a(?)
90,0
CH2Cl-CCl2F
R-131b(?)
86,0
CHCl2-CCl2F
R-121
115,7
CCl3-CHClF
R-121a (?)
117,0
CCL3-CCL2F
R-111
2-F


CH2F-CH2F
R-152
-24,7
CH3-CHF2
R-152a
-24,15
CH3Cl-CHF3
R-142
35,0
CH2F-CHClF
R-142a(?)
27,0
CH3-CClF2
-9,25
CHClF-CHClF
R-132
66,0
CH2F-CCl2F
R-132a
62
CHCl2-CHF3
R-132b(?)
60
CH2Cl-CClF2
R-132c (?)
49,0
CHClF-CCl2F
R-122
85,0
CCl3-CHF2
R-122a (?)
77,0
CHCl2-CClF2
R-122b (?)
72,0
CCl2F-CCl2F
R-112
92,0
CCl3-CClF2
R-112a
91,5
3-F



CH2F-CHF2
R-143
-35,0
CH3-CF3
R-143a
-47,35
CHClF-CHF2
R-133
17,0
CH2Cl-CF3
R-133a (?)
8,0
CH2F-CClF2
R133b (?)
8,0
CHF3-CClF
R-123
38,0
CHClF-CClF2
R-123a
32,0
CHCl2-CF3
R-123b
28,0
CClF3-CCl2F
R-113
47,68
CCl3-CF3
R-113a
45,9
4-F




CHF2-CHF2
R-134
-20,0
CH2F-CF3
R-134a
-26,15
CHClF-CF3
R-124
-12,0
CHCF2-CClF2
R-124a (?)
-16,0
CCl2F-CF3
R-114
-12,0
CClF2-CClF2
R-114a
3,6
5-F





CHF2-CF3
R-125
-48,55
CClF2-CF3
R-115
-38,0
6-F






C2F6
R-116
-78,3
Refrigerant Campuran Zeotropik diberi nomor dan dimulai dengan 4 sedangkan digit selanjutnya dibuat sesuai dengan perjanjian.

Contoh Refrigerant (freon) Campuran Zeotropik yaitu:

  • R-401A  campuran R-22(53%)  + R-152a(13%)  + R-124(34%)
  • R-402A  campuran R-125(38%)  + R-290(2%)  + R-22(60%)
  • R-403A  campuran R-22(56%)  + R-218(39%)  + R-290(5%)
Pada refrigerant campuran zeotropik akan menguap dan mengembun pada temperatur yang berbeda, hal semacam ini akan menimbulkan terjadinya temperatur glide baik pada evaporator maupun pada kondensor. Maksudnya yaitu refrigerant akan mengalami perubahan fasa pada tekanan yang konstan namun temperatur nya akan terus berubah (perhatikan gambar dibawah ini)

Mengenal Refrigerant (freon)

4. Kelompok Refrigerant (freon) Campuran Azeotropik

Kelompok refrigerant Azeotropik yaitu campuran refrigerant tak bereaksi yang tidak bisa dipisahkan dengan cara destilasi. Refrigerant Azeotropik ini pada konsentrasi, tekanan dan temperatur tertentu akan bersifat azeotropik.

Maksudnya yaitu akan mengembun dan menguap pada temperatur yang sama, ini mirip seperti pada refrigerant tunggal. Walaupun begitu pada kondisi (konsentrasi, temperatur atau tekanan) yang lain refrigerant yang ini bisa saja bersifat zeotropik.

Mengenal Refrigerant (freon)

Kemudian pada kelompok refrigerant Azeotropik diberi nomor yang dimulai dengan angka 5, sedangkan digit selanjutnya dibuat sesuai perjanjian.

Contoh Refrigerant (freon) Campuran Azeotropik yaitu:

  • R-500:  R-12 (73.8%) + R-152a (26.2%), Temperatur Azeotropik: 0ºC
  • R-502:  R-22 (48.8%) + R-115 (51.2%), Temperatur Azeotropik: 19ºC

5. Kelompok Refrigerant (freon) Organik lainnya

Untuk kelompok refrigerant Organik lainnya ini sebenarnya terdiri dari unsur C, H dan lainnya. Walaupun begitu cara penulisan pada nomornya tidak bisa mengikuti cara penomoran seperti refrigerant Halokarbon karena jumlah atom H nya apabila ditambah dengan 1 lebih dari 10 sehingga angka kedua pada nomor refrigerant menjadi dua digit.

Sebagai contoh misalnya: butana (C4H10), bila dipaksakan dituliskan sesuai dengan cara pada penomoran refrigerant halokarbon. Maka refrigerant ini akan memiliki nomor R-3110, sehingga bisa menimbulkan kerancuan. Untuk nomor kelompok refrigerant ini dimulai dengan angka 6 dan digit lainnya dipilih sembarang atau berdasarkan kesepakatan.

Contoh Refrigerant (freon) Organik lainnya yaitu:

  • R-600  : Butana, CH3CH2CH2CH3
  • R-600a : Isobutana, CH(CH3)3
  • R-610  : Ethyl ether, C2H5OC2H5
  • R-611  : Methyl format, HCOOCH3
  • R-630  : Methyl amine, CH3NH2
  • R-631  : Ethyl amine, C2H5NH2

6. Kelompok Fefrigeran (freon) Senyawa Un-organik

Untuk kelompok refrigerant Senyawa Un-organik ini diberi nomor yang dimulai dengan angka 7 dan untuk digit selanjutnya yaitu menyatakan berat molekul dari senyawanya.

Contoh Refrigerant (freon) Senyawa Un-organik yaitu:

  • R-702 : hidrogen
  • R-704 : helium
  • R-717 : amonia
  • R-718 : air
  • R-744 : O2
  • R-764 : SO2

7. Kelompok Refrigerant (freon) Senyawa Organik Tidak Jenuh

Untuk kelompok refrigerant Senyawa Organik Tidak Jenuh ini memiliki 4 digit nomor, dengan menambahkan angka keempat yang menunjukkan jumlah ikatan rangkap didepan ketiga angka yang sudah dibahas pada sistem penomoran refrigerant halokarbon.

Contoh Refrigerant (freon) Senyawa Organik Tidak Jenuh yaitu:
R-1130
1,2-dichloroethylene
CHCl=CHCl
R-1150
Ethylene
CH2=CH2
R-1270
Propylene
C3H6

B. Pemilihan Jenis Refrigerant (freon)

Pemilihan jenis Refrigerant (freon) yang akan dipakai biasanya dengan mempertimbangkan beberapa hal dan sifat-sifatnya berikut ini:
  1. Sifat termodinamika
  2. Tingkat mampu nyala
  3. Tingkat racun
  4. Pelarutan dalam air
  5. Pelarutan dalam minyak pelumas
  6. Reaksi terhadap material komponen mesin
  7. Sifat-sifat fisik
  8. Cenenderungan bocor
  9. Pengaruhnya terhadap lingkungan hidup dan
  10. Harga

1. Sifat Termodinamika

Pemilihan refrigerant (freon) yang memiliki sifat termodinamika yang tepat biasanya dilakukan berdasakan pada kapasitas refrigerasi yang dibutuhkan (sangat kecil, kecil, sedang atau besar) dan untuk temperatur refrigerasi/pendinginan yang dibutuhkan.

Contohnya untuk pengkondisian udara 5ºC, lemari es -10 s/d 2ºC, old storage -25ºC, lemari pembeku daging atau ikan -40ºC.

a. Tekanan dan Temperatur jenuh

Tekanan dan temperatur jenuh disini akan menentukan kondisi operasi pada evaporator dan kondensor. Kondisi yang dibutuhkan adalah pada temperatur pendinginan yang dibutuhkan refrigerant (freon) masih memiliki tekanan di atas tekanan atmosfer sehingga tidak ada tekanan vakum dalam sistem yang bisa membuat masuknya udara dan uap air ke dalam sistem.

Pada temperatur kondensor yang sedikit di atas temperatur ruangan, diharapkan refrigerant (freon) memiliki tekanan yang tidak terlalu tinggi sehingga tidak membutuhkan kompresor dengan perbandingan kompresi yang tinggi dan berdaya rendah.

Disamping itu diperlukan refrigerant (freon) yang memiliki tekanan kondensor dan evaporator yang tidak terlalu tinggi juga. Hal tersebut dimaksudkan agar tidak membutuhkan struktur komponen yang kuat dan berat.

Dengan mengetahui tekanan dan temperatur jenuh refrigerant, maka bisa dilihat apakah refrigerant tersebut beroperasi pada kisaran tekanan dan temperatur yang sama dan bisa saling menggantikan.

Gambar dibawah ini akan menunjukkan kurva jenuh beberapa refrigerant (freon). Dan dari kurva tersebut bisa diketahui bahwa kurva R-12 berimpit dengan R-134a dan R-152a. Dengan begitu refrigerant R-134a dan R-152a bisa menggantikan refrigerant R-12.

Dari kurva ini juga bisa diprediksi bahwa campuran R134a yang bertekanan tinggi dengan R134a yang bertekanan lebih rendah bisa dihasilkan refrigerant untuk menggantikan R-22.

Berbagai kombinasi campuran refrigerant (freon) yang bertekanan tinggi dan rendah bisa dilakukan untuk menggantikan refrigerant yang tekanannya berada di antara kedua tekanan refrigerant -refrigerant yang dicampur.

Mengenal Refrigerant (freon)

Kurva jenuh ini bisa dibuat linier, bila diplot ln Psat terhadap l/Tsat. Hal ini ditunjukkan pada dibawah ini.
Mengenal Refrigerant (freon)

Berdasarkan persamaan Clausius - Clayperon kemiringan garis akan menunjukkan panas laten pengupan refrigerant tersebut. Semakin curam kemiringan garis, maka akan semakin besar panas laten penguapannya.

Tabel 1.3 dibawah menunjukkan beberapa sifat dari termodinamika refrigerant (freon) yang banyak dipakai. Dari Normal Boiling Point (NBP) yang biasanya dipakai untuk mengetahui kondisi refrigerant pada tekanan atmosfer. Dari NBP ini juga bisa diketahui apakah refrigerant tersebut bisa beroperasi pada temperatur rendah atau lebih tinggi.

Contohnya seperti: R-12 memiliki NBP - 29,8ºC, Karena itu refrigerant ini banyak dipakai pada mesin refrigerasi yang beroperasi pada kisaran temperatur 0 s/d -25ºC. Bisa terlihat bahwa refrigerant ini masih bertekanan di atas tekanan atmosfer pada -25ºC.

R-11 yang memiliki NBP 23,7ºC (lihat tabel 1.3) merupakan refrigerant dengan titik didih yang tinggi oleh karena itu bisa membuat tekanan evaporator vakum, Bahkan untuk penggunaan pada pengkondisian udara sekalipun yang bertemperatur 5ºC.

Pada kondisi vakum akan membuat besarnya volume spesifik uap refrigerant yang keluar dari evaporator. Oleh karena itu dibutuhkan kompresor sentrifugal untuk menghasilkan laju aliran massa yang besar.

R-10 memiliki NBP yang lebih besar lagi yaitu (76,7ºC, Tabel 2.1) oleh karena itu refrigerant ini tidak bisa dipakai meskipun dengan kompresor sentrifugal.

R-22 memiliki NBP yang lebih rendah yaitu -40,8ºC. Dengan begitu refrigerant ini bisa dipakai pada temperatur pendinginan yang lebih rendah dari temperatur R-12 tanpa harus mengalami vakum.

R134a memiliki NBP yang dekat dengan R-12 oleh karena itu refrigerant ini dipakai untuk menggantikan R-12 yang pemakaianya mulai jarang digunakan karena bisa merusak lapisan ozon.

R290 memiliki NBP yang dekat dengan R-22. Pada refrigerant hidrokarbon ini berpotensi untuk menggantikan R-22.

R-113 memiliki dua isomer, yang satu memiliki NBP 45,9ºC sedangkan yang lain memiliki NBP 47,6ºC. Dengan begitu refrigerant ini biasanya dipakai dengan kompresor sentrifugal mirip dengan R-11.

Walaupun begitu seperti yang terlihat pada Tabel 2.3 baik tekanan evaporator ataupun kondensor keduanya adalah vakum.

b. Temperatur dan Tekanan kritik Refrigerant (freon)

Tekanan dan temperatur kritik merupakan batas atas dari penggunaan refrigerant pada mesin refrigerasi kompresi uap. Tidak ada refrigerant yang dioperasikan di atas tekanan atau temperatur kritik pada siklus kompresi uap. Untuk menghasilkan COP yang besar refrigerant harus dioperasikan jauh di bawah titik kritiknya agar didapat efek refrigerasi yang besar.

Dari refrigerant yang ada pada Tabel 2.3 hanya CO2 (31ºC) yang memiliki temperatur kritik di bawah temperatur kondensor yang normal. Oleh karena itu refrigerant ini dipakai pada sistem yang berbeda, R-14 bahkan belum pernah dipakai sebagai refrigerant.

c. Titik Beku Refrigerant (freon)

Titik beku refrigerant yaitu merupakan batas bawah temperatur operasi pada refrigerant tersebut. Siklus refrigerant harus beroperasi di atas titik bekunya. Kemudian dari Tabel 1.3 bisa dilihat bahwa hanya air yang memiliki titik beku 0ºC.

Sedangkan refrigerant yang lainnya jauh di bawahnya. Oleh karena itu pemakaian air sebagai refrigerant hanya dilakukan untuk temperatur di atas 0ºC. Meskipun temperatur yang lebih rendah bisa dicapai dengan penurunan tekanan di bawah tekanan atmosfer.

d. Laju Aliran Uap Sisi Isap (V*)

Pada Tabel 2.3 ditunjukkan laju aliran volumetrik per TR beberapa refrigerant (m3/h/TR) yang dihitung berdasarkan tekanan operasi kondensor 40ºC dan tekanan evaporasi 5ºC (kecuali CO2, temperatur kondensor 25ºC, dan air, H2O, temperatur evaporator 5ºC.

Bisa terlihat bahwa V* yang diperlukan meningkat dengan meningkatnya NBP. Amonia yang memiliki panas laten yang terbesar ternyata memiliki kebutuhan V* yang hampir sama dengan RR-22. Keduanya memiliki NBP yang hampir sama. Dengan begitu maka NBP sangat disini menentukan V* atau sebaliknya sangat menentukan kapasitas refrigerasi volumetrik (1/V*).

Berdasarkan dari hal tersebut di atas maka bisa disimpulkan bahwa refrigerant dengan NBP yang tinggi seperti R-11 dan R-113 akan beroperasi pada tekanan evaporator yang rendah dan membutuhkan laju aliran volumetrik pada sisi isap yang besar.

Oleh karena itu kompresor yang lebih tepat dipakai pada sistem refrigerasi disini adalah kompresor sentrifugal dan dipakai untuk kapasitas yang besar yaitu (diatas 400 TR).

Sebaliknya juga refrigerant dengan NBP yang rendah seperti amonia, R-22, propana, CO2, dan lainya. Akan beroperasi / bekerja pada tekanan evaporator diatas tekanan atmosfer. Kompresor yang dipakai adalah dari jenis perpindahan positif (reciprocating, dan screw).

Refrigerant yang ini biasanya dipakai untuk kapasitas refrigerasi kecil dan sedang. Walaupun begitu R-22 juga dipakai dengan kompresor sentrifugal pada mesin pengkondisian udara untuk kapasitas besar dimana laju aliran volumetrik sisi isap cukup besar untuk pemakaian kompresor sentrifugal.

Refrigerant dengan NBP menengah seperti pada R-600a, R-152a, R-134a, dan R-12 pada umumnya dipakai pada mesin refrigerasi yang memiliki kapasitas kecil dengan kompresor torak, seperti refrigerasi domestik, dan AC mobil.

R-114 yang mempunyai NBP 3.6ºC merupakan Refrigerant dengan NBP menengah. Pada refrigerant ini juga biasanya dipakai pada mesin refrigerasi dengan kompresor rotary. Walaupun begitu karena refrigerant ini adalah refrigerant CFC yang sudah dihentikan produksinya, maka untuk pemakaian refrigerant ini tidak banyak lagi.

d. Panas Laten Penguapan (hfg)

Tabel 2.3 menunjukkan besarnya panas laten penguapan (hfg) dari beberapa refrigerant pada Tkond = 40ºC dan Teva = -15ºC. Kemudian dari data tersebut terlihat bahwa beberapa refrigerant memiliki panas laten yang lebih besar dari yang lainnya. Walaupun begitu NBP dari mesin refrigerasi hampir sama untuk semua refrigerant. Dengan begitu panas laten tidak akan mempengaruhi NBP.

2. Sifat Kimia Refrigerant (freon)

Sifat kimia dari sebuah refrigerant yang harus diperhatikan antara lain yaitu sifat mampu nyala, tingkat racun, reaksinya terhadap minyak pelumas, air, dan material konstruksi/komponen serta terhadap produk yang dibekukan bila terjadi kebocoran refrigerant (freon) dari sistem.

a. Sifat Mampu nyala dan Tingkat racun

Sifat mampu nyala ditentukan oleh komposisi campuran udara dari refrigerant dan titik nyala dari refrigerant tersebut. Berdasarkan kemudahan terbakarnya refrigerant dibagi menjadi tiga kelas yaitu kelas 1, kelas 2 dan kelas 3.

Mengenal Refrigerant (freon)

Refrigerant (freon) yang memiliki titik nyala di atas 750ºC dianggap tidak mudah terbakar sebab temperatur nyalanya sudah melebihi temperatur leleh material komponen refrigerasi.

Pada refrigerant kelompok ini termasuk refrigerant dengan titik nyala di bawah 750º dan batas bawah penyalaan (LFL = Lower Flammability Limit, atau LEL = Lower Explotion Limit ) yaitu lebih besar dari 3.5% volume (campuran dalam udara), Maka refrigerant ini termasuk pada refrigerant kelas 2. Sedangkan bila batas bawah menyala kurang dari 3.5% maka refrigerant tersebut masuk pada kelas 3.

Tingkat racun dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok A yaitu refrigerant tak beracun dan kelompok B refrigerant beracun. Refrigerant bisa dinyatakan tidak beracun apabila memiliki LC50 (Lethal Concentration 50%) lebih besar dari 10.000 ppm. Sedangkan refrigerant dianggap beracun bila LC50 lebih kecil dari 10.000 ppm.

Berdasarkan tingkat mampu nyala dan racun, maka refrigerant (freon) bisa diklasifikasikan menjadi:
  • Refrigerant (freon) kelas A1: tidak beracun dan tidak mudah terbakar. Semua refrigerant halokarbon masuk kedalam kelas refrigerant yang ini.
  • Refrigerant (freon) kelas A2: tidak beracun, namun pada tingkat nyala masuk kelas 2. refrigerant campuran zeotropik antara kelas A1 dan A3 bisa saja masuk kelas refrigerant ini. R-32, R-141b dan R-152a masuk juga dalam kelas refrigerant ini.
  • Refrigerant (freon) kelas A3: tidak beracun, namun mudah terbakar. refrigerant hidrokarbon, masuk ke dalam kelas yang ini.
  • Refrigerant (freon) kelas B1: beracun namun tidak mudah terbakar. Tidak ada refrigerant yang masuk kelas ini.
  • Refrigerant (freon) kelas B2: beracun dan bisa terbakar. Amonia termasuk kelas refrigerant yang ini.
  • Refrigerant (freon) kelas B3: beracun dan mudah terbakar. Kelas refrigerant yang ini tidak pernah dipakai.

b. Kelarutan Dalam Air

Adanya air atau uap air pada sistem tidak diinginkan, karena bisa membuat penyumbatan pada alat ekspansi (moisture choking), korosi, rusaknya isolasi dak kumparan motor listrik pada kompresor hermetik, dan terbentuk kerak pada pipa tembaga.

Uap air bisa berada dalam sistem jika proses evakuasi (vakum) tidak dilakukan dengan benar/baik, atau terjadi sebuah kebocoran pada sisi tekanan rendah (untuk sistem yang bekerja pada tekanan vakum),

Kebocoran pada penukar kalor berpendingin air, pelumas yang basah karena bersifat higroskopik, atau kebocoran yang lewat sekat poros untuk kompresor tak hermetik. Pembentuk air dan es bisa saja terjadi jika air atau uap air tidak larut atau terlepas dari larutan refigeran-pelumas. Dengan begitu semakin tinggi kelarutan air dalam refrigerant atau pelumas maka akan semakin lebih baik.

Tetapi untuk tingkat kelarutan air dalam refrigerant biasanya akan menurun dengan menurunnya temperatur. Sehingga keberadaan dari air dalam refrigerant selalu dicegah dengan memasang pengering silica gel atau molecular sieve.

Tabel 1.4 memuat kelarutan air pada beberapa refrigerant. Dari tabel ini bisa dilihat bahwa air memiliki kelarutan yang lebih rendah dalam R-12 dan R-11 jika dibandingkan dengan R-22 atau R-134a. Dengan begitu persoalan moisture choking lebih banyak dijumpai pada sistem dengan refrigerant seperti R-12 dan R-11.

Walaupun begitu semakin rendah temperatur maka akan semakin kecil kelarutannya. Hal tersebut bisa membuat terpisahnya air dari refrigerant dan akan menimbulkan persoalan. Oleh karena itu keberadaan air pada sistem tetap harus dicegah.

Tabel 1.4 Kelarutan air dalam beberapa refrigerant (freon) cair
Temperatur, ºC
Kelarutan, mg/kg
R-11
R-12
R-22
R-134a
60,0
340
440
3150
3200
32,2
140
128
1580
1500
10,0
55
44
830
730
-1,1
34
23.3
573
490
-40
4
1.7
120
89
-73.3
0.3
0.1
19
12

c. Kelarutan Dalam Minyak Pelumas

Refrigerant (freon) dan pelumas bisa bercampur atau tidak bercampur dengan pelumas, hal ini tergantung pada jenis dan ukuran dari kompresor. Pada kompresor sentrifugal pelumas memiliki sistem tersendiri yang terpisah dari saluran refrigerant. Sehingga pada sistem ini tidak perlu dikhawatirkan pengaruh kelarutan refrigerant (freon) pada minyak pelumas atau sebaliknya. Walaupun begitu pada jenis kompresor torak dan ulir refrigerant bercampur dengan minyak pelumasnya.

Pada jenis kompresor ini maka dibutuhkan pasangan refrigerant minyak pelumas yang saling tidak larut. Dengan begitu minyak pelumas dan refrigerant bisa dipisahkan dengan memasang pemisah oli pada sisi keluaran kompresor.

Pada kompresor torak kapasitas kecil yang mana tidak memungkinkan untuk dipasang pemisah oli. Dari situ maka dibutuhkan pasangan refrigerant oli-refrigerant yang larut dengan baik satu sama lain agar pelumas tidak tertinggal dalam kondensor, katup ekspansi atau evaporator.

Pada sistem kompresor yang memungkinkan untuk terjadinya pencampuran refrigerant - oli. Maka perlu juga diperhatikan akan adanya penuruan kerapatan dan viskositas minyak pelumas tersebut agar tidak terjadi kegagalan saat pelumasan. Pelumas refrigerant secara garis besar dibagi menjadi dua kelompok yaitu oli mineral yang berasal dari minyak bumi dan oli sintetik.

Ada dua jenis oli mineral yaitu oli mineral Napthenic dan Paraffinic, keduanya merupakan senyawa hidrokarbon jenuh. Namun oli mineral Naptheni, memiliki ikatan cyclic yang membuat oli jenis ini viskositas dan temperatur curahnya lebih rendah jika dibandingkan oli mineral Paraffinic yang banyak mengandung lilin parafin.

Dalam prakteknya keduanya ada dalam mineral oli dengan komposisi yang berbeda-beda. Refrigerant sintetik yang banyak dipakai adalah Alkyl-benzene, Polyo ester (POE), dan polyalkyl glycol (PAG).

Hampir semua refrigerant halokarbon larut dengan baik dalam oli mineral, kecuali pada R-22, R-114. R-502 yang larut hanya sebagian. Oleh karena itu pemakaian refrigerant yang hanya terlarut sebagian tersebut pada sistem refrigerasi yang kecil. Dan refrigerant tercampur dengan minyak pelumas (oli) juga membutuhkan perhatian pada sistem pemipaan yang memungkinkan minyak pelumas kembali ke kompresor secara gravitasi.

Sebagai contoh R-22 dengan 10% mineral oli merupakan larutan yang baik pada kondensor temperatur, namun akan terpisah pada temperatur evaporator -5ºC. Apabila kandungan oli mencapai 18% akan terjadi pemisahan pada temperatur -5ºC. Amonia dan CO2 tidak larut dalam oli mineral oleh karena itu penggunaan refrigerant ini pada mesin refrigerasi besar tidak menjadi masalah karena pencampuran bisa diatasi dengan memasang pemisah oli.

R134a tidak bercampur dengan oli mineral, sehingga pasangan refrigerant-minyak pelumas ini tidak dipakai pada mesin refrigerasi yang berkapasitas kecil yang tidak memungkinkan dipasangnya pemisah oli.

Tabel 1.5 menunjukkan kelarutan beberapa refrigerant (freon) dalam oli mineral.

Pada umumnya viskositas dan massa jenis oli pelumas akan menurun bila bercampur dengan refrigerant. Besarnya penurunan viskositas dan massa jenis ini akan meningkat dengan meningkatnya jumlah refrigerant yang terlarut, temperatur dan tekanan. Oleh karena itu butuh perhatikan khusus agar penurunan pada viskositas dan massa jenis ini tidak sampai membuat kegagalan dalam pelumasan.

Tabel 1.6 memperlihatkan kisaran viskositas minyak pelumas yang disarankan pada beberapa penerapan (aplikasi) refrigerasi yang berkapasitas kecil.

Tabel 1.6 Kelarutan pada beberapa Refrigerant dalam oli mineral
Semua larut
Sebagian larut
Tidak larut
Tinggi
Sedang
Rendah
R-11
R-13B1

R-13
NH3
R-600a
R-12
R-501
R-114
R-14
CO2
R-290
R-21
R-115
R-134a
R-113
R-152a
R-500
R-502

d. Reaksi Terhadap Material Komponen Mesin

Material komponen mesin terdiri dari logam, elastomer dan material pengering seperti silika gel dan molecular sieves. Refrigerant halokarbon dan hidrokarbon memiliki kestabilan kimia dan kompatibel terhadap hampir semua logam. Walaupun begitu material yang paling baik dipakai adalah tembaga.

Alumunium akan sedikit bereaksi dengan refrigerant yang memiliki kandungan fluor yang tinggi. R-12 dan R-11 memperlihatkan reaksi terhadap alumunium. Tetapi karena harganya yang murah, alumunium dengan lapisan oksida banyak dipakai sebagai komponen mesin refrigerasi.

Tabel 1.6 memperlihatkan kompatibilitas beberapa material terhadap refrigerant R-12, R134a dan hidrokarbon.

3. Sifat Fisika

a. Kekuatan Dielektrik

Kekuatan dielektrik akan menentukan apakah refrigerant tersebut bisa menghantarkan listrik atau tidak. Refrigerant yang baik adalah refrigerant yang memiliki kekuatan dielektrik yang tinggi atau tidak menghantarkan listrik. Refrigerant yang memiliki kekuatan dielektrik yang tinggi, akan lebih aman dipakai pada kompresor hermetik.

Refrigerant halokarbon dan hidrokarbon memiliki kekuatan dielektrik yang baik dan bersifat isolator. Sebagai perbandingan terhadap nitrogen R-11, R-113, R-12, dan R-22 memiliki kekuatan dielektrik masing-masing sebesar 3, 2.6, 2.4 dan 1.31. Sedangkan pada ammonia dan CO2 memiliki nilai kekuatan dielektrik masing-masing yaitu 0.88 dan 0.82.

Tabel 1.6 Kisaran viskositas minyak pelumas pada beberapa penerapan (aplikasi refrigerasi kapasitas kecil.
Refrigerant
Jenis kompresor
Visikotas Pelumas pada 38ºC
SSU2
Mm2/s
Ammonia
Screw
280-300
60-65
Ammonia
Reciprocating
150-300
32-65
Karbon dioksida
Reciprocating
280-300b
60-65
R-11
Sentrifugal
280-300
60-65
R-123
Sentrifugal
280-300
60-65
R-12
Sentrifugal
280-300
60-65
R-12
Reciprocating
150-300
32-65c
R-12
Rotary
280-300
60-65
R-134a
Sentrifugal
280-300
60-86
R-134a
Screw
280-300
60-65

Sentrifugal
280-300
60-86

Reciprocating
150-300
32-65

Scroll
280-300
60-65

Screw
280-300
60-173
a. SSU = Saybolt Seconds Universal = SUS
b. Beberapa penerapan (aplikasi) memakai minyak pelumas yang lebih encer yaitu 14-17 mm2/s (75-85 SSU), Dan ada juga yang memakai minyak pelumas yang lebih kental yaitu 97-107 mm2/s(500-600 SSU).
c.Penggunaan R-12 pada AC mobil membutuhkan minyak pelumas dengan viskositas yang lebih kental 97-107 mm2/s (450-500 SSU)

Tabel 1.7 Kompatibilitas beberapa refrigerant (freon) terhadap material komponen mesin refrigerasi
Material
Penggunaan
R-12
R-134a
HC
Baja
Kontruksi, pipa
Sangat baik
Sangat baik
Sangat baik
Kuningan
Kontruksi, pipa
Sangat baik
Sangat baik
Sangat baik
Tembaga
Kontruksi, pipa
Sangat baik
Sangat baik
Sangat baik
Alumunium
Kontruksi, pipa
Baik
Baik
Baik
Molekular Sieve
Pengering
Sangat baik
Sangat baik
Sangat baik
Silica gel
Pengering
Sangat baik
Sangat baik
Sangat baik
CR
elastomer
Buruk
Buruk
Baik
FPM
Elastomer
Buruk
Baik
Baik
PTFE
Elastomer
Baik
Baik
Baik
Polyamide
Elastomer
Baik
Baik
Baik
NBR
Elastomer
Sangat baik
Baik
Sangat baik

4. Sifat Transpor

Sifat transpor disini yaitu seperti massa jenis, panas jenis, konduktivitas panas (termal), viskositas dan tegangan permukaan beberapa refrigerant (freon) pada 0ºC dan bisa dilihat pada Tabel 1.8.
Refrigerant
P, MPa
Massa jenis cairan kg/m3
Cp cairan, kj/kgK
K=Cp/Cv
Viskositas cairan, Pas x 106
Konduktivitas tes termal cairan, W/mK
Tegangan Permukaan, N/m
R-600a
0.1564
581
2.306
1.086
199.3
0.1068
0.01303
R-12
0.3081
1396
0.934
1.126
248.7
0.07585
0.01177
R-134a
0.2928
1295
0.341
1.102
271.1
0.09201
0.01156
R-290/R-600a, 50%-50%
0.3360
551
2.399
1.495
153.9
0.01474
0.01474
R-22
0.4976
1.170
1.170
1.166
236.0
0.100
0.01170
R-290
0.4712
2.500
2.500
1.126
137.0
0.104
0.01030
Koefisien perpindahan panas pada penukar kalor akan menjadi lebih besar bila refrigerant (freon) mempunyai nilai panas jenis, dan konduktivitas panas (termal) yang besar, dan juga tegangan permukaan yang kecil.

Viskositas cairan menentukan besarnya penurunan tekanan pada pipa, dan dimensi alat ekspansi. Viskositas refrigerant yang rendah akan menurunkan kerugian friksi pada pipa. Tetapi pemakaian drop in pada refrigerant yang memilliki viskositas yang lebih rendah bisa saja membutuhkan lebih panjang pipa kapiler atau memperkecil orifis katup ekspansi.

Nilai perbandingan panas jenis k sangat mempengaruhi temperatur refrigerant (freon) keluar kompesor (discharge temperatur). Semakin tinggi nilai k, maka akan semakin tinggi juga temperatur keluaran. Oleh karena itu pada sistem yang memakai refrigerant dengan nilai k yang tinggi, khususnya pada kompresor hermetik.

Dibutuhkan perhatikan lebih pada sistem pendinginannya. Misalnya: motor kompresor hermetik R-22 yang lebih sering terbakar jika dibandingkan dengan motor kompresor R-12.

a. Kecenderungan Bocor

Pada semua refrigerant (freon) sekarang ini memiliki kecenderungan bocor yang kecil. Pendeteksian kebocoran sangat mudah dilakukan dengan adanya detektor elektronik refrigerant halokarbon yang tidak berbau. Cara yang paling mudah untuk mendeteksi adanya kebocoran adalah dengan memakai air sabun.

Ammonia memiliki bau yang sangat menyengat sehingga mudah untuk terdeteksi. Tetapi refrigerant ini juga termasuk refrigerant yang beracun sehingga kebocoran bisa berakibat fatal dan mengkontaminasi produk yang didinginkan.

Tetapi dengan dihapusnya pemakaian CFC, refrigerant amonia menjadi salah satu alternatif pengganti. Refrigerant hidrokarbon yang mudah sekali terbakar disarankan untuk diberi pembau. Tetapi pembau merkptan pada kosentrasi tertentu bisa membuat korosi.

b. Pengaruh Terhadap Lingkungan Hidup

Refrigerant (freon) sintetik seperti pada kelompok refrigerant halokarbon yang mempunyai sifat-sifat teknis yang sangat baik ternyata bisa juga menimbulkan efek perusakan pada lingkungan hidup. Refrigerant ini memiliki efek terhadap perusakan lapisan ozon dan atau pemanasan global.

Kedua masalah lingkungan hidup tersebut ditanggapi dengan sangat serius oleh masyarakat internasional dan sudah dilakukan upaya-upaya bersama untuk menanganinya. Oleh karena itu pemilihan jenis refrigerant (freon) juga harus memperhatikan kedua masalah lingkungan hidup global tersebut.

Pembahasan lebih rinci mengenai hal ini serta refrigerant (freon) alternatif bisa dilihat pada pembahasan selanjutnya. Disini.

c. Harga Refrigerant (freon) yang Efisien

Harga refrigerant (freon) di Indonesia sangat ditentukan oleh mekanisme pasar dan nilai tukar dollar-rupiah. Jika persediaan melimpah dan harga kurs rupiah stabil, maka harga refrigerant (freon) bisa menjadi sangat murah. Refrigerant pengganti cenderung lebih mahal jika dibandingkan dengan refrigerant yang digantikan.

C. Refrigerant (freon) yang Banyak Dipakai Di Indonesia

Berdasarkan pembahasan di atas, pada dasarnya, refrigerant (freon) bisa dikelompokan menjadi kelompok refrigerant sintetik dan refrigerant alami (bebas).

Refrigerant (freon) sintetik tidak terdapat dialam dan hanya dibuat oleh manusia dari unsur-unsur kimia. Sedangkan refrigerant (freon) alami (bebas) adalah refrigerant yang bisa kita temui di alam bebas. Tetapi masih dibutuhkan pabrik untuk penambangan dan permuniannya.

Refrigerant (freon) yang kita kenal dengan sebutan CFC, HCFC, dan HFC adalah contoh dari refrigerant sintetik. Sedangkan pada refrigerant  hidrokarbon (HC), karbon dioksida (CO2), air (H2O) udara dan ammonia (NH3) adalah contoh dari refrigerant alami (bebas) yang sering dipakai.

CFC adalah singkatan dari Chlorofluorocarbon. Seperti namanya refrigerant ini terdiri dari unsur khlor (Cl), fluor (F) dan juga karbon (C).

Contoh dari refrigerant (freon) CFC adalah R-11 (CFC-11), R-12 (CFC-12).

Mengenal Refrigerant (freon)Mengenal Refrigerant (freon)


Karena CFC tidak mengandung hydrogen, CFC adalah senyawa yang sangat stabil dan juga tidak mudah bereaksi dengan zat yang lainnya walaupun sudah terlepas ke atmosfer. Kemudian karena pada CFC mengandung khlor, CFC bisa merusak ozon pada atmosfer (stratosfer) jauh diatas muka bumi. Zat ini memiliki nilai potensi yang merusak ozon (Ozone Depletion Potential = ODP) yang tinggi (ODP =1).

Lapisan ozon yaitu berfungsi untuk melindungi mahluk hidup dari pancaran sinar ultra violet intensitas tinggi.

HCFC yaitu merupakan singkatan dari hydrochloro-fluorocarbon. Walaupun mengandung khlor (Cl), yang bisa merusak lapisan ozon, pada zat ini juga mengandung hidrogen (-), yang membuat zat ini menjadi kurang stabil bila berada pada atmosfer.

Refrigerant (freon) jenis ini sebagian besar akan terurai pada lapisan atmosfer bawah dan hanya sedikit yang bisa mencapai lapisan ozon. Oleh karena itu HCFC memiliki ODP yang rendah. Contoh refrigerant HCFC yaitu R-22 (HCFC-22).

Mengenal Refrigerant (freon)

Refrigerant (freon) HFC (hydrofluorocarbon) tidak memiliki unsur khlor. Oleh karena itu refrigerant ini tidak merusak lapisan ozon dan nilai ODPnya sama dengan nol.

Contoh dari refrigerant (freon) HFC adalah R-134a (HFC-14a), R-152a (HFC-152a), R-123 (HFC-123).

Mengenal Refrigerant (freon)

Refrigerant (freon) alami (HC, CO2, NH3) tidak mengandung khlor oleh karena itu, refrigerant alami tidak merusak lapisan ozon, ODP = 3

D. Kemasan pada Refrigerant (freon)

Refrigerant (freon) untuk mesin refrigerasi biasanya disimpan pada tangki-tangki bertekanan, atau dalam drum (bagi R-11). Hal tersebut ditunjukkan pada gambar 1.7.

Mengenal Refrigerant (freon)

E. Pemakaian Refrigerant (freon)

Pada setiap jenis refrigerant (freon) digunakan untuk kebutuhan tertentu. Tabel 1.9 memuat beberapa penerapan (aplikasi) dari refrigerant yang banyak dipakai.

Tabel 1.9 Berbagai Refrigerant (freon) yang umum dan pemakaiannya
Refrigerant
Penggunaan pada bidang pendingin
Penggunaan pada bidang lain
R-11
• Chiller Sentrifugal
• Pengembang busa
• Pelarut
R-12
• Lemari es rumah tangga
• Dispenser air
• Pendingin minuman botol
• Display cabinet di supermarket
• Cold storage
• AC mobil
• Chiller
• Pengembang busa
R-22
• AC rumah tangga dan komersil
• Chiller
• Cold storage